Pixabay.com |
Demam internet melalui media social memang sudah tidak
terbendung, namun dibalik banyaknya manfaat, ternyata hal-hal buruk yang timbul
dari penyalahgunaan informasi juga kian marak bertebaran seperti penghinaan,
pencemaran nama baik ataupun fitnah yang pasti sangat merugikan berbagai pihak.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, ahirnya DPR mengesahkan
revisi Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Regulasi ini memang banyak disorot karena banyaknya pasal yang
multi tafsir dan banyak juga celah untuk menjerat pelakunya dengan motif
politik, sehingga banyak kasus yang terkesan di manipulasi demi kepentingan
segelintir kelompok tertentu.
Berikut ini 7 poin revisi UU ITE yang berlaku sejak Senin,
28 November 2016 seperti dikutip laman Idntimes.com
1. Memperjelas tafsir penghinaan dan pencemaran
Penjelasan tentang penghinaan dan pencemaran nama baik
tertuang dalam pasal 27 ayat 3. Dalam pasal ini pemerintah menambahkan
penjelasan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan
pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP, dimana dalam KUHP
sendiri menyebutkan bahwa Negara hanya mengurusi enam jenis pencemaran dan
penghinaan diantaranya adalah Penistaan, Penistaan dengan surat, Fitnah,
Penghinaan Ringan, dan Pengaduan Palsu.
Sebelum direvisi, pasal ini memang banyak di perdebatkan
karena memang definisi pencemaran nama baik dan penghinaan belum dijelaskan
secara spesifik.
2. Menurunkan Ancaman Hukuman
Revisi kedua adalah pengurangan ancaman hukuman. Sebelum direvisi
pasal yang mengatur hal ini menyebutkan bahwa pelaku bisa diancam hukuman
samapi 6 tahun. Sehingga polisi bisa langsung menahan tersangka karena ancaman
hukuman melebihi 5 tahun.
Setelah direvisi, masa hukuman diturunkan menjadi 4 tahun
dan denda dikurangi dari yang awalnya 2 Milyar menjadi 750 juta.
3. Pengaturan Penyadapan
Dalam revisi ini dimasukan juga tata cara penyadapan. Penambahan
poin ini sebagai tidak lanjut dari keputusan Mahkamah Konstitusi atas pasal 31
ayat 4 tentang tata cara penyadapan yang diatur pemerintah. Dan dalam pasal ini
juga ditambahkan penjelasan pada ayat 5
yaitu keberadaan informasi elektronik bisa dijadikan alat bukti hukum
(seperti CCTV mungkin?)
4. Sinkronisasi dengan KUHAP
Revisi selanjutnya adalah dengan meng-sinkronkan hukum acara
penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan penahanan dengan hokum acara KUHAP.
5. Memperkuat peran Penyidik PNS
Agar penerapan UU ITE ini bisa dilakukan dengan efektif,
pemerintah memperkuat peran Penyidik Pegawa Negeri Sipil (PPNS) terkait tindak
pidana teknologi informasi dan komunikasi.
Salah satu wewenang yang diberikan kepada PPNS adalah
membatasi atau memutus akses yang terkait dengan tindak pidana teknologi
informasi.
6. Ketentuan Right Be Forgotten
Pemerintah kemudian juga menambahkan ketentuan kewajiban
menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelengga sistem elektronik atau Right Be Forgotten. Ketentuan ini
memungkinkan bagi orang yang tidak terbukti melakukan pelanggaran untuk meminta
berita tentang kasusnya di hapus. Namun, permintaan ini tentu dengan
persetujuan hakim pengadilan terlebuh dahulu.
7. Penguatan peran Pemerintah
Poin terahir ini menekankan peran pemerintah dalam upaya
penyebarluasan informasi teknologi. Salah satu contohnya adalah dengan cara
memutus akses terhadap informasi elektronik yang bermuatan konten yang
bermuatan melanggar hukum.
0 komentar:
Posting Komentar